KERAJAAN KUSAN DI PAGATAN
KERAJAAN KUSAN DAN KERAJAAN PAGATAN.
KERAJAAN KUSAN (
KUSAN HULU )
Pada Abad ke 18 Kerajaan Banjar dipimpin oleh Sultan Tahmidillah I
yang pada masa mudanya bernama Pangeran Muhammad di Keraton Martapura, tepatnya memerintah
pada tahun 1778-1785. Dari beliau ini lahir 3 orang putra bernama Pangeran Rahmad, Pangeran Abdullah dan Pangeran Amir.
Ketika Sultan Tahmidillah I mangkat, pimpinan
kerajaan diserahkan sementara kepada saudara Sultan Tahmidillah I, yaitu Pangeran Wiranata. Suatu ketika putra mahkota
Pangeran Abdullah dan adiknya Pangeran Rahmat terbunuh, mengetahui akan adanya
bahaya yang sedang mengancam, akhirnya Pangeran Amir segera meninggalkan istana
dengan dalih akan menunaikan ibadah haji ke Mekkah, akan tetapi Pangeran Amir mempunyai maksud dan siasat
lain, ia pergi ke wilayah Pagatan dan Pasir di
Kalimantan Tenggara, kemudian menetap di daerah Kusan Hulu.
Sekitar tahun
1787 Pangeran Amir dengan dibantu 3.000 Pasukan Bugis dari Kalimantan Tenggara
yang gagah berani menyerang Keraton Martapura.
Terjadilah pertempuran yang hebat dan menjatuhkan banyak korban, adapun pihak
Pangeran Nata yang merasa terancam akhirnya minta
bantuan pada pihak Kompeni Belanda di Banjarmasin, dengan perjanjian
sebagai balas jasa dari pihak Belanda yang pintar dan licik bahwa, “ Apabila Sultan Tahmidillah II dengan gelar Panembahan Batu ( Pangeran
Nata ) menang, maka seluruh Tanah Banjar
akan diserahkan kepada Belanda, sedangkan sultan sendiri hanya akan “meminjam“
sebagian dari wilayahnya untuk melaksanakan pemerintahan”. Peristiwa ini
terjadi pada tahun 1787. Perjanjian tersebut sangat menarik hati Belanda,
sehingga penguasa Belanda waktu itu Residen Walbeck dengan sepenuh hati
akhirnya mengirimkan pasukan bersenjatanya (senjata Api) yang dipimpin Kapten
Christoffel Hofman.
Akhirnya Pasukan Bugis yang membantu Pangeran
Amir dapat dikalahkan, sedangkan Pangeran Amir
sendiri ditawan oleh Belanda dan pada tahun 1789 diasingkan ke Ceylon (sekarang
bernama Srilangka) hingga akhir hayatnya. Dengan perjanjian perang ini
akhirnya Belanda mulai mencengkramkan kukunya untuk menindas Rakyat Banjar.
Pada awal abad ke19, Pangeran Nasohot (Pangeran Mas’ud) putra Pangeran Amir menikah dengan Gusti Hadijah Putri Sultan
Sulaiman Saidullah Raja Banjar setelah Pangeran Nata. (Putra Pangeran Nata)
Gusti Hadijah merupakan saudara seayah dengan Sultan Adam Raja Banjar.
Nama-nama Raja Kusan Hulu
a. Pangeran Amir. 1785-1789
b. Pangeran
Nasohot (Pangeran Mas’ud)
c. Pangeran
Haji Musa (masih saudara seayah dengan Gusti Hadijah dan Sultan Adam dari
ayahanda Sultan Sulaiman,)
d. Pangeran
Mohammad Napis
e. Pangeran Abdullah Kadir Kesuma (Raja Kusan dan Pulau Laut).
Adanya tekanan-tekanan dari Pemerintahan
Kolonil Belanda akhirnya pindah ke daerah Sigam “Pulau Laut“. Penerusnya adalah
Pangeran Brampi Kesuma, Pangeran Amir Husin Kesuma dan yang terakhir tahun
1900-1901 adalah Pangeran Mohammad Amirullah Kesuma memerintah di Daerah Sigam
Pulau Laut. Kerajaan Kusan dijadikan satu dengan Kerajaan Pagatan oleh
Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1861.
KERAJAAN PAGATAN.
Kerajaan Pagatan
di Pagatan dibangun oleh orang-orang Bugis Wajo dari Sulawesi Selatan,
diawali dengan terjadinya perang saudara di Sulawesi pada sekitar tahun 1670,
yaitu ketika Arung Palaka, raja Bone
menyerbu Wajo atas alasan balas dendam ketika ia berperang dengan Gowa (ketika
itu Raja Wajo ikut membantu Kerajaan Gowa yang masih ayah dan anak saat terjadi
konplik dengan Kerajaan Bone). Waktu itu Raja Bone Arung Palaka lari ke Buton
kemudian ke Batavia minta bantuan Belanda.
Adanya dukungan Belanda di pihak Raja Bone
sudah berhasil mengalahkan Kerajaan Wajo, hingga akhirnya orang Bugis Wajo
mengungsi terpencar ke berbagai daerah. Ada yang ke Makassar kemudian membangun
Kampung Wajo di sana. Ada yang ke Sumbawa, Bima, Pasir, Banjarmasin, Kutai dan
Donggala, di setiap tempat yang ditinggali atau didiami orang-orang Bugis Wajo
selalu mengangkat seorang pemimpin yang bergelar “MACOA” atau “MATOA”.
Di dalam satu tulisan karangan Dr. Eisenberger
ada disebutkan, “ In 1750 Pagatan Word
Gesticht Door Boeginezen”. Artinya pada tahun1750 Pagatan dibangun oleh
orang Bugis. Menurut C. Nagtegaal, De voormalige Zelfbesture Noe En
Gouvernements Landschappen In Zuid-Oost Borneo (Utrecht : N. V. A. Oosthoek’s
Uitgevers-Maatschappij, 1939) dan Lontara Kapitan La Mattone (seorang Manteri
Kerajaan Pagatan dan Kusan yang ditulis tanggal 21 Agustus 1868). “
Pedagang Bugis dari Wajo Sulawesi Selatan
datang/tiba di Pagatan pada pertengahan abad ke 18 yang dipimpin oleh Puanna Dekke”.
Menurut catatan Lontara, Puanna Dekke berlayar dari Sulawesi
Selatan menuju Pasir mencari pemukiman. Setiba di Pasir Puanna Dekke merasa
kurang berkenan, maka perjalanan diteruskan dengan menyusuri daerah Tanah Bumbu
hingga akhirnya menjumpai sebuah muara sungai dan selanjutnya Puanna Dekke
menyusuri alur sungai menyelidiki dengan teliti hingga bertemu beberapa orang
masyarakat Banjar yang bekerja membersihkan rotan. Puanna Dekke menanyakan
tentang nama daerah tersebut dan termasuk dalam wilayah kerajaan mana? Orang
itu menjawab bahwa nama daerah ini adalah “ Pamagatan” (maksudnya tempat
pembersihan dan pemotongan rotan) dan termasuk dalam wilayah Kerajaan Banjar.
Ketertarikan Puanna Dekke akan daerah ini membawa Puanna Dekke ke Ibukota
Kerajaan Banjar, dipimpinSultan Kuning bergelar Panembahan Batu yang tidak lain
adalah Nataalam atauPanembahan Kaharuddin Halilullah. Ia
menyampaikan maksud mohon izin menempati dan bermukim di daerah tersebut.
Panembahan menanggapi, “Baiklah, kalau anda sanggup mengeluarkan biaya, karena
daerah tersebut adalah hutan belantara dan pangkalan tempat persinggahan
orang-orang jahat atau Bajak Laut (lanun). Puanna Dekke kembali bertanya,
“Bagaimana nanti sekiranya kami telah mengeluarkan biaya?”, Panembahan
menjawab, “Kalau anda telah mengeluarkan biaya sampai daerah tersebut menjadi
kampung, maka anda wariskan kepada anak cucu anda, dan tidak ada yang dapat
mengganggu-gugatnya, karena anda telah mengeluarkan biaya”. Kemudian dilakukan
serah terima secara lisan antara Panembahan Batu dengan Puanna Dekke.
Sekembalinya Puanna Dekke, diperintahkannya
menebas dan menebang hutan belantara untuk dijadikan perkampungan yang diberi
nama “Pegattang” belakangan berubah menjadi Pagatan. Kemudian datang saudaranya
dari Pontianak bernama Pua Janggo,
Kakeknya Pua Ado La Pagala menggabungkan
diri. Kedua bersaudara berunding dan sepakat untuk menjemput cucunya di Tanah
Bugis.
Pua Janggo Bertolak ke Tanah Bugis menjemput cucunya
bernama La Pangewaturunan anak Raja di Tanah Bugis (Daerah Kampiri/Wajo)
untuk dibawa ke Pagatan. Setelah dikhitan dan dikawinkan, La Pangewa dinobatkan menjadi Raja Pagatan
(Raja Pagatan I).
Ketika Pangeran
Muhammad Aminullah Ratu Anum Bin Sultan Kuning atau lebih dikenal
dengan nama Pangeran Anom memblokade
(mengganggu arus lalu lintas) Muara Banjarmasin, menghalang-halangi dan menahan
perahu-perahu pedagang yang masuk ke Banjarmasin. Berita itu didengar oleh
Puanna Dekke yang segera memerintahkan cucunya La Pangewa menemui Panembahan di
Banjarmasin. Setiba di Banjarmasin, La Pangewa diberi tugas untuk menggempur
Pangeran Anom hingga Pangeran Anom beserta pengikutnya mengundurkan diri ke
Kuala Biyajo (Kuala Kapuas). Sedangkan La Pangewa masuk kembali ke Banjarmasin
menemui Panembahan dan melaporkan hasil tugasnya. Atas keberhasilan La Pangewa diberi Gelar Kapiten Laut Pulo
(Pulau Laut) oleh Panembahan.
Tiba waktunya La Pangewa bermohon diri pulang ke Pagatan. Panembahan
bertanya, “Apakah ada (perlengkapan atau persediaan) Anda yang kurang Kapiten?”
Kapiten menjawab tegas :”Kami tidak ada
kekurangan sesuatu apapun !”
Berkata Panembahan, ”Sekarang ini menyatakan
lagi (kutegaskan lagi) kepada anda Kapiten, Adapun Pagatan Daerah yang sudah
kuserhakan pada kakek anda, dan pada waktu sekarang ini anda lagi yang memiliki
Pagatan, maka milikilah untuk diwariskan kepada anak cucu anda tiada ada yang
mengganggu gugat anak cucu anda tinggal di Tanah Pagatan.”
Demikian Tanah Pagatan kokoh tidak tergugat
ditempati turunan Raja-Raja Pagatan dan rakyatnya sampai masa sekarang ini
1. Nama-nama Raja Yang Pernah Berkuasa di
Pagatan
- -La Pangewa (Hasan) Kapiten Laut Pulau beristrikan I Walena ( Petta Coa )
- -La Palebi (Abdurrahman) 1830-1838
- La Mattunru
- La Mattunru (Abdul Karim) Beristrikan Petta
Pele-engngi Bintana tahun 1855-1863
- La Makkarau tahun 1863-1871
- Abdul Jabar tahun 1871-1875
- Ratu Senggeng (Daeng Mangkau) Menikah dengan Aji
Semarang (Pangeran Muda Arif Billah) Raja Cantung turunan dari Raja Sampanahan
(Tanah Bumbu) tahun 1875-1883
- H. Andi Tangkung (Petta Ratu) dengan Daeng Mahmud
(Pangeran Mangkubumi) tahun 1883-1893
- Andi Sallo (Arung Abdul Rahim)
1893-1908
2. Masa Pemerintahan Kerajaan di Pagatan
Sistem Pemerintahan Kerajaan di Pagatan
dihapuskan pada tanggal 1 Juli 1912 dengan Staatblads 1912 No. 312 oleh
Pemerintahan Kolonial Belanda, hal ini merupakan sebuah rangkain peristiwa yang
diawali pada masa pemerintahan Sultan Adam di Kerajaan Banjar.
Pada tanggal 11 Juni 1860 Komisaris
Pemerintahan Belanda yang membawahi Kerajaan Banjar. T.N. Nieuwenhiuzen.
Memproklamasikan penghapusan Kerajaan Banjar, penghapusan Kerajaan Banjar
menimbulkan gejolak perlawanan diberbagai kalangan masyarakat, baik dari
kalangan Bangsawan maupun yang dipimpin oleh para Pemimpin Agama. Hal ini
berlangsung hingga tahun 1905.
Dengan timbulnya gejolak lapisan masyarakat di
kerajaan Banjar inilah yang memungkinkan beberapa Kerajaan kecil yang secara
Formal Politis berada dibawah Yuridikasi Kerajaan Banjar masih tegak berdiri
hingga pergantian abad XIX ke XX, dan staatblads 1903 No. 179 yang
diberitahukan pada tanggal 1 Januari 1905, Kerajaan- Kerajaan kecil di wilayah
Tanah Bumbu kecuali Kerajaan Pagatan. Kusan dan Pasir telah di hapuskan dan
langsung masuk wilayah Pemerintahan Belanda, adapun mengenai Kerajaan Pagatan
dan Kusan barulah dihapuskan sejak tanggal 1 Juli 1912 dengan Staatblads No.
312.01.
3. Bukti Peninggalan Sejarah Kerajaan di
Pagatan
- Makam para raja-raja di Desa Pasar Lama Kelurahan, Kota Pagatan, Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu.
- Sisa Bangunan Istana Raja (Soraja) di Kota Pagatan, Kecamatan Kusan Hilir, Ka-bupaten Tanah Bumbu.
- Beberapa buah stempel Kerajaan Pagatan (tersimpan di Museum Lambung Mangkurat, Banjarbaru).
- Catatan sejarah berdirinya Kerajaan Pagatan (Lontara) oleh Kapiten La Mattone (Menteri Kerajaan Pagatan dan Kusan) di terjemahkan oleh Andi Usman dibantu M. Jabir Akil, dari bahasa Bugis ke-bahasa Indonesia
Komentar
Posting Komentar